LAPORAN PRAKTIKUM
PERBANYAKAN CENDAWAN Cendawan Beauveria bassiana,Metarrhizium anisopliae
PERBANYAKAN CENDAWAN Cendawan Beauveria bassiana,Metarrhizium anisopliae
OLEH
Alkadrin Manui
Npm : 043 111 002
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGY
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
KHAIRUN
TERNATE
2013
PENDAHULUAN
Rendahnya produktivitas tanaman terutama Perkebunan
rakyat antara lain disebabkan oleh petani yang belum memperhatikan budidaya
tanaman, agroekosistem dan penerapan Pengendalian Hama Terpadu ( PHT) pada
areal kebunnya, sehingga kerugian hasil akibat serangan OPT terutama hama dan
penyakit tanaman cukup besar.
Penggunaan Pestisida sintetis yang
kurang bijaksana dalam pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) masih banyak digunakan oleh petani
perkebunan, hal ini mengakibatkan timbulnya beberapa masalah yang kurang
menguntungkan, diantaranya timbul resistensi OPT terhadap Pestisida sintetis,
residu pestisida, mengakibatkan pencemaran lingkungan dan lain-lain. Oleh
karena itu sangatlah bijaksana apabila
dalam pengendalian OPT dilakukan dengan menggunakan Musuh alami / Agens hayati.
Menurut Cook and Baker (1989),
pengendalian hayati (biological control) adalah pengurangan jumlah inokulum
atau aktivitas produksi penyakit (deseases producing-activity) dari patogen
yang disebabkan oleh satu atau beberapa organisme selain manusia. Aktivitas
produksi penyakit termasuk didalamnya pertumbuhan, keinfektifan, virulensi,
agresifitas dan kualitas lain dari patogen. Di dalamnya termasuk 1) individu
atau populasi avirulen atau hipovirulen dari spesies patogen itu sendiri, 2)
manipulasi genetik tanaman inang, kultur teknis, atau dengan menggunakan
mikroorganisme untuk meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap patogen, dan
3) pemanfaatan antagonis patogen yang diartikan sebagai mikroorganisme yang
menginterferensi pertahanan atau aktivitas produksi penyakit dari patogen .
Pengendali hayati dapat berupa : kultur teknis (pengelolaan habitat) sehingga
membuat lingkungan mendukung untuk pertumbuhan antagonis, penggunaan tanaman
inang yang resisten, atau keduanya ; persilangan tanaman untuk meningkatkan
ketahanan terhadap patogen atau keadaan tanaman inang yang mendukung (disukai)
untuk aktivitas antagonis ; introduksi antagonis, strain non-patogenik, dan
agen atau organisme lain yang mempunyai manfaat yang sama.
Beberapa jenis Agens hayati yang diketahui efektif untuk
mengendalikan OPT perkebunan dan mudah pengembangannya adalah :
§
Jamur
Beauveria bassiana untuk mengendalikan penggerek buah kopi (
Hypotenemus hampei )
pada tanaman Kopi, Helopeltis sp pada tanaman Teh dan Kakao.
§
Jamur
Spicaria sp untuk mengendalikan Helopeltis sp pada
tanaman Teh dan Kakao serta ulat.
§ Jamur
Trichoderma sp. untuk mengendalikan Fusarium oxysporum
(penyebab penyakit busuk batang pada tanaman Vanili), Phytophtora
sp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus
lignosus ( penyebab penyakit
Jamur akar putih pada tanaman Karet).
§ Jamur
Metarrhizium anisopliae untuk mengendalikan Oryctes
rhinoceros pada tanaman Kelapa
dan lain-lain.
§ Jamur Arthrobotrys sp untuk mengendalikan Nematoda pada
tanaman kopi.
1.
Jamur
Beauveria bassiana
Beauveria bassiana adalah
jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Jamur ini
tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu dia bersifat
parasit terhadap serangga inangnya. Jamur ini umumnya ditemukan pada serangga
yang hidup di dalam tanah, tetapi juga mampu menyerang serangga pada tanaman
atau pohon (Hindayana 2002).
Beauveria bassiana merupakan
jamur entomopategonik. B. bassiana merupakan salah satu musuh alami yang
dianjurkan untuk mengendalikan wereng batang coklat pada tanaman padi (BPTP
Sumatera Utara, 2005). Menggunakan jamur B. bassiana sebagai
biopestisida, tentu tidak mencemari dan merusak lingkungan seperti yang terjadi
jika kita menggunakan pestisida kimia, walaupun keberhasilan dari insektisida
biologis dari jamur ini memberikan dampak positif terhadap pengendalian
serangga hama tanaman dan keselamatan lingkungan. Namun dalam penerapannya di
masyarakat masih minim, sehingga memerlukan upaya sosialisasi yang lebih
intensif (Priyatno dan Kardin, 2000).
Watson and Ware (1975) menyatakan
bahwa pengendalian alamiah merupakan salah satu unsur dalam pengelolaan hama
dan pengendalian biologis merupakan taktik yang dapat digunakan dalam perpaduan
dengan taktik lain. Beberapa musuh alami hama adalah jamur Beuveria
bassiana, Metarhizium anisopliae, Paecilomyces sp., Verticillium sp.,
dan Spicaria sp.. Jamur ini adalah jamur patogen serangga
(entomopatogen) yang sekarang dipergunakan untuk mengendalikan serangga hama
(Rehner, and Buckley. 2005; Wagner, and Lewis. 2000). Salah satu musuh alami
hama adalah cendawan Beauveria bassiana. Lebih dari 175 jenis serangga
hama telah diketahui menjadi inang cendawan B. bassiana dilaporkan
efektif untuk mengendalikan hama walang sangit ( Leptocorisa oratorius),
dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi,
serta hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman sayuran (Distan 2005) dan dapat
menginfeksi ulat grayak (Spodoptera litura).
2.
Jamur
Metarrhizium anisopliae
Jamur M. anisopliae telah dikenal sebagai patogen
pada berbagai jenis serangga hama dan dapat diproduksi secara komersial sebagai
bioinsektisida. Walaupun jamur ini dapat menginfeksi begitu banyak serangga,
ternyata intensitas serangan terbesar dan inang yang terbaik untuk berkembang
biak adalah larva O. rhinoceros. Semua stadia O. rhinoceros kecuali
telur dapat diinfeksi oleh jamur ini. Sifat jamur ini yang dapat menginfeksi
hampir semua stadia O. rhinoceros itulah yang menjadi dasar untuk memanfaatkan
jamur ini sebagai agens hayati hama tersebut (Sambiran dan Hosang, 2007).
3.
Jamur
Trikoderma sp
Menurut Streets (1980) dalam Tindaon (2008), Trichoderma
spp. diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae,Devisio Amastigomycota,Class Deutromycetes,Ordo
Moniliales, Famili Moniliaceae,Genus Trichoderma, Spesies Trichoderma spp..
Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai kemampuan untuk
mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma
koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan Trichoderma
polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma
harzianum, Trichorderma koningii, Trichoderma viride (Anonim, 2010).
Trichoderma spp. memiliki konidiofor
bercabang
cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam
kelompokkelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru
(Semangun, 1996). Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki
sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah,2002).
Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada
awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi
kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni
dikelilingi miselium yang masih berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium
akan berwarna hijau (Umrah, 1995 dalam Nurhayati, 2001).
Koloni pada medium OA
(20oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula
berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup
terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidifor dapat
bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek.
Fialid tampak langsing dan panjang terutama apeks dari cabang, dan berukuran
(2,8-3,2) μm x (2,5-2,8) μm, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya
ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang
terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar,dkk.,
1999 dalam Tindaon, 2008).
Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008), mekanisme
utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan menggunakan
cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :
a.
Mikoparasit (memarasit miselium cendawan
lain dengan menembus dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat
makanan dari dalam sel sehingga cendawan akan mati).
b.
Menghasilkan antibiotik seperti
alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan
melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase,
laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.
c.
Mempunyai kemampuan berkompetisi
memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan.
d.
Mempunyai kemampuan melakukan interfensi
hifa. Hifa Trichoderma spp.. Akan mengakibatkan perubahan permeabilitas
dinding sel.
Tujuan Praktikum
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengenal jenis – jenis cendawan yang bersifat
patogensis serta perbanyakannya.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Perbanyakan
Cendawan Beauveria bassiana
1.
Beauvaria bassiana
Beauvaria
bassiana merupakan jenis cendawan entomopatoge. Artinya, cendawan ini dapat
menimbulkan penyakit pada seranga sebagai bioinseptisida. Cara cendawan
beauvaria bassiana menginfeksi tubuh seranga di mulai dengan kontak inang, lalu
masuk kedalam tubuh inang dan berproduksi di dalam 1 atau lebih jaringan inang.
Cendawan
ini mengeluarkan racun beauvericin yang berkembang dan menyerang seluruh jaringan tubuh serangga. Serangga
yang terserang beauvaria bassiana akan mati dengan tubuh seperti mumih dengan miselia atau jamur
menutupi tubuhnya sehingga menjadih berwarnah putih.
Serangga
yang telah terinfeksi akan mengkontaminasai lingkungan, baik dengan cara
mengeluarkan spora menembus kutikula maupun melalui fesenya yang
terkontaminasi. Infeksi ini biasanya juga menyerang serangga yang masi sehat.
Keberhasilan bioinsektyisida ini di pengaruhi oleh suhu, kelembaban dan sinar
matahari.
Proses produksi jamur entomopatogen
dilakukan dua tahap. Pertama produksi jamur di dalam media cair, kedua
produksi jamur pada media padat dengan cara menginokulasikan
inokulum dari media cair ke media padat. Produksi jamur pada
media cair menggunakan medium cair yang mengandung yeast dan sukrosa.
Yeast 20 g dicampur sukrosa 20 g, lalu dilarutkan ke dalam 500 ml air. Larutan
ini dipanaskan selama 10-15 menit hingga mendidih. Bila yeast
mengumpal, larutan itu diblender selama 60 detik, didiamkan 2-3
jam selanjutnya diletakkan di lemari es, kemudian tambahkan 500
ml air. Larutan tersebut diambil sebanyak 75 ml dan dimasukkan ke dalam botol
tahan panas (volume 250 ml), kemudian ditutup dengan kapas dan aluminum foil,
selanjutnya disterilkan di dalam otoklaf bersuhu 121oC selama 20-30
menit. Setelah itu biakan jamur Metarhizium sp.
diinokulasikan sebanyak 10 potong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm per
potong sambil digoyang dengan shaker selama tiga hari pada suhu kamar
untuk mendapatkan konidia yang optimal dan virulen dan disimpan
selama 30 hari. Selanjutnya perbanyakan dilakukan pada media
padat yaitu jagung yang telah disiapkan sebanyak 20 kantong. untuk
eksplorasi biakan jamur B. Bassiana diperoleh dari tanah dan
larva Telebrio molitor. Tanah asal isolat di ambil dari pertanaman.
Sterilisasi Alat Semua alat-alat yang digunakan dalam penelitian
yang akan digunakan di cuci hingga bersih. Setelah kering
setiap alat yang berupa tabung, mulut tabung disumbat terlebih
dahulu dengan menggunakan kapas sebelum dibungkus dengan kertas
koran. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven untuk disterilkan
selama satu jam pada suhu 170 oC.
1.
Pembuatan Media PDA
Kentang sebanyak 200 gram dikupas
dan dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam satu liter
aquadest, direbus sampai empuk. Ekstrak kentang tersebut disaring
dan ditambahkan 20 gr dextrose, 18 gr agar dan 30 mg klorafenikol
sambil diaduk. Setelah itu media dimasukkan ke erlenmeyer
dan disterilkan di autoclaf selama 30 menit pada suhu 121oC.
2.
Pembuatan Media Biakan
Beras
Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan media beras adalah 1 liter beras, 2 sendok makan gula
pasir, 1 sendok makan cuka. Cara pembuatanya beras 1 liter dicuci
sampai bersih, kemudian direndam beras selama 15 menit, dikukus
selama 30 menit, setelah matang beras dikering anginkan
kira-kira sampai hangat, masukkan 2 sendok makan gula pasir lalu
diaduk sampai rata, setelah itu masukkan 1 sendok makan cuka
diaduk sampai rata, dikukus selama 15 menit, lalu beras tersebut
dikering anginkan kira-kira hangat. Kemudian dimasukkan ke dalam
plastik yang tahan panas yang sudah disediakan, setelah dibungkus
disterilkan ke dalam autoclaf selama 15 menit dengan
tekanan 1,2 atm dan suhu 121 oC (Hasyim, Yasir, dan Azwana. 2005)
B.
Perbanyakan
Metarrhizium anisopliae
1. Metarhizium anisopliae
Cendawan metarhizium anisopliae
merupakan jamur yang bersifat entomopatogen dan dapat di jadikan sebagai salah
satu bioinsektisida, khususnya bagi hama jenis belalang dan kumbang penggerek.
Metarhizium anisopliae dapat
,menembus ke jaringan atau kutikula
serangga. Menurut thomas matthew b. (2007), mekanisme penetrasi metarhizium
anisopliae pada kultikulah serangga dapat di golongkan menjadi 4 tahap sebagai
berikut.
1.
Kontak antara propagul cendawan dengan tubuh serangga.
2.
Proses penenmpelan dan perkecambahan
propagul cendawan pada integumen serangga.
3.
Enetrasi dan infasi. Saat penetrasi
menembus integumen, cendawan dapat menembus tabung kecambah (appresorium).
Titik penetrasi sanggat di penggarui oleh konfigurasi morfologi integumen.
Penembusan di lakukan dengan cara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin.
4.
Dextruksi di titik penetrasi dan
terbentuknya blastospora. Setelah itu, spora akan ber edar ke dalam haemolymph
dan membentuk hifa sekunder untuk
menyerang jaringan lainnya,
2.
Bahan
dan Alat yang digunakan
Bahan
No
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Jagung pecah giling
atau beras giling. Asumsi, 1 bungkus bioinseptisida siaap aplikasi
berisi 100 gram atau 250 gram.
Artinya, jumlah bahan yang di butukan tergantung pada total kantong yang akan
di buat.
|
10 – 20 kg
|
2
|
Inokulum
atau starter Beauveria Bassiana
Beauveria sp atau Metarhizium sp
|
1 cawang petri diameter 9 cm
|
3
|
Kantong plastik tahan
panas ukuran 1 kg
|
1 kg
|
4
|
Kapas
|
Secukupnya
|
5
|
Alkohol 70 %
|
Secukupnya
|
Alat
No
|
Alat
|
Jumlah
|
1
|
Kompor
|
1 buah
|
2
|
Panci
|
1 buah
|
3
|
Dandang atau autoklaf
|
1 buah
|
4
|
Baskom besar
|
1 buah
|
5
|
Spatula atau sendok
kecil
|
1 buah
|
6
|
Lilin atau lampu
bunsen
|
1 buah
|
3. Cara Pembuatan
1.
Cuci bersi dan rendam jagung atau baras
selamah 24 jam.
2.
Triskan jagung atau beras sampai kering,
lalu kering angin kan.
3.
Masukan 100 gram jagung atau beras
kedalam kantong plastik tahan panas padat kan dan rekatkan plastik dengan
selotip.
4.
Sterilisasikan kantong media tersebut
dengan cara dikukus di dalam dandang atau autoklas selama 1,5 jam ( beras atau
jagung telaluh matang ).
5.
Setelah selesai, dingginkan mediah ke
dalam suhu kamar.
6.
Masukan inokulum atau starter Beauveria
sp dan Metarizhium sp. Sebanyak 1/25
bagian dari biakan murni kedalamkantong media yang telah dinggin dengan
mengunakan unjung sendok atau spatula. Lakukan di depan lilin yang menyalah
atau di depan lampu bunsen. Di sarankan, kegiatan inokulasi ini di gunakan di
tempat yang bersi untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
7.
Tutup rapat plastik dan simpan di dalam
ruangan yang bersih.
8.
Setelah 7 -14 hari, miselia yang
berwarna putih akan tumbuh. Hal ini menandakan Beauveria sp atau Metarizhium sp
siap untuk di aplikasikan.
9.
Media jagung atau beras giling yang sudah jadi tetapi tidak habis di
gunakan, sebaiknya di simpan di lemari pendinggi.
4. Cara Aplikasi
1.
Masukan 1 bungkus ( 100 gram ). Media
jagung yang telah ditumbuhi miselia Beauveria sp atau Metarizhium sp kedalam 1
liter air. Setelah itu, cuci untuk melepas miselianya.
2.
Saring larutan tersebut untuk memisakan
jagung dan miselia cendawan.
3.
Encerkan hasil saringgan yang berisi
miseria dan spora cendawan dalam 14
liter air.
4.
Untuk pencegahan serangan hama,
aplikasikan larutan tersebut untuk tanaman sebanyak 1 sampai 2 kali / minggu
pada sore hari.
5.
Jika seranggan hama cukup tinggi,
aplikasi dapat di lakukan 3 – 4 kali /
minggu.
C.
Perbanyakan
Trikoderma sp
Pada masing-masing media (jagung,
beras dan dedak) dimasukkan cendawan Trichoderma sp. dengan diameter
kurang lebih 5 mm yang telah diperbanyak dalam media PDA. Media diinkubasikan
selama 7-14 hari dan tiap hari media tersebut digoyangkan agar pertumbuhan
cendawan Trichoderma sp. tumbuh merata.
1.
Cara
Perbanyakan Cendawan Trichoderma sp
2.
Bahan
dan Alat yang digunakan
Bahan
No
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Serbuk gergaji halus
|
1 kg
|
2
|
Dadak
|
1 kg
|
3
|
Air
|
Secukupnya (30 % dari media campuran)
|
4
|
Inokulum (starter) trichoderma atau
gliocladium dalam media PDA (Potato Dextrosde Agar)
|
1 cawan petri untuk 20 – 24 kantong @ 500
gram
|
5
|
Kantong plastik tahan panas. Gunakan
plastik gula tahan panas bening (tidak berwarna). Tidak boleh mengunakan
plastik es atau plastik kresek fungsi plastik itu untuk wada saat pengukusan
bahan agar tidak terjadi kontaminasi.
|
1 kg
|
6
|
Spritus, berguna sebagai bahan bakar lampu bunsen
|
Secukupnya
|
7
|
Alkohol 70 %, berguna sebagai bahan
untuk sterilisasi alat.
|
Secukukpnya
|
Alat
No
|
Alat
|
Jumlah
|
1
|
Kompor
|
1 buah
|
2
|
Panci
|
1 buah
|
3
|
Dandang
|
1 buah
|
4
|
Baskom ukuran besar
|
1 buah
|
5
|
Spatula atau sendok kecil
|
1 buah
|
6
|
Liling atau lampu bunsen
|
1 buah
|
3. Cara pembuatan
1.
Campurkan serbuk gergaji dan dedap di
dalam wada baskom.
2.
Tambahkan air sampai kedua bahan
tersebut tercampur rata dengan kandungan air sekitar 20 – 30 %.
3.
Masukan 500 gram campuran dedak dan
serbuk gergaji ke dalam plastik tahan panas. Padatkan dan rekatkan plastik
dengan selotip.
4.
Didikan air dalam dandang. Setelah itu,
sterilisasi bahan tersebut di dalam dandang atau autoplas selama 1,5 jam.
Dinginkan pada suhu kamar .
5.
Siapkan inokulum (starter) trichoderma
atau gliochadium sebanyak 1/25 bagian
dari total biakan murni di dalam cawan petridish berdiameter 9 cm untuk masing
– masing kantong plastik yang berisi mediah.
6.
Masukan inokulum kedalam media
mengunakan ujung sendong atau platula didepan lampu bunsen atau lilin yang
menyalah. Lakukan hal ini di tempat yang bersih untuk menghindari kontaminasi.
7.
Tutup rapat plastik yang telah
diinokulasi dan letakan ditempat yang
bersi dan sejuk.
8.
Setelah 7 -14 hari, cendawan trichoderma
atau gliochladium iap di aplikasikan. Indikatornya, campuran bahan menjadih
berwarna hitam dan tidak berbau.
4. Cara aplikasi
1.
Aplikasi pada media persemaian di
lakukan dengan mencampur tanah, pupuk kandang,
dan cendawan trichoderma atau gliochladium dengan perbandingan 2 : 1 :
1.
2.
Aplikasi
pada pertanaman di lapangan di
lakukan bersamaan dengan pemupukan dasar atau di campur dengan pupuk kandang.
Dosis yang di berikan sebanyak 10 -20 gram/ lubang tanam. Sebagai patokan,
untuk lahan seluas 1 hektar di butukan cendawan 140 kg dan pupuk kandang 1000 –
2000 kg.
A.
Ekstra
kompos trichoderma
Ekstra kompos trichoderma merupakan
campuran pupuk kandang dan cendawan trichoderma yang berfungsi sebagai
biofungisida. Ekstra inin berguna untuk mengendalikan penyakit bercak daun
embun tepung yang menyerang tanaman bayam hijau dan bayam merah.
B.
Cara
Pembuatan Kompos Trichoderma sp
1.
Bahan
dan Alat yang digunakan
Bahan
No
|
Bahan
|
Jumlah
|
1
|
Pupuk kandang
|
1 kg
|
2
|
Cendawan trichoderma
|
1 kg
|
3
|
Air
|
5 liter
|
Alat
No
|
Alat
|
Jumlah
|
1
|
Ember
|
1
buah
|
2.
Cara
pembuatan
1.
Campurkan pupuk kandang dan trichoderma
dengan perbandingan 1 : 1 di lama ember.
Selain itu , tambahkan air sebanyak 5 liter.
2.
Diamkan campuran tersebut selama 3 – 5
hari. Aduk campuran setiap hari.
3.
Setelah 3 – 5 hari, ekstra kompos siap
di aplikasikan
3.
Cara
pengaplikasian
1.
Untuk mengendalikan penyakit bercak
daun, dosis ekstra yang di perlukan sebanyak 200 ml ( 1 cup air mineral).
Caranya, masukan larutan ke dalam 10 -14 liter air. Tambahkan 1 sendok teh
deterjen sebagai pengemulsi. Setelah itu, semprotkan larutan ke tanaman yang
sakit untuk mencega penyebaran penyakit bercak daun. Selain itu, larutan ini bisah di gunakan untuk tanaman
yang masi sehat di sekitarnya.
2.
Sebagai pupuk susulan, encerkan larutan
dalam air dengan perbandingan 1 : 10.
Misalnya 1 ember larutan di encerkan dengan 10 ember air. Larutan ini menjadi
pupuk kocor dengan dosis 200 ml/ lubang tanam. Biasanya pupuk ini di gunakan
saat tanaman berumur 1 minggu setelah
tanam.
PENUTUP
Berdasarkah hasil praktikum yang
dilaksanakan maka dapat disimpulkan bahwa cendawan Beauveria bassiana,
Trikoderma sp dan Metarrizium aniospliae dapat dimanfaatkan sebagai agen
pengendali musuh alami dengan cara melakukan perbanyakan untuk cendawan dilaboratorium
tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Pengaruh
Beauveria bassiana terhadap Mortalitas Semut Rangrang Oecophylla smaragdina
(F.) (Hymenoptera: Formicidae) J. Entomol. Indon., September 2009, Vol. 6, No.
2, 53-59. Perhimpunan Entomologi Indonesia
BIOEKOLOGI CENDAWAN Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin.A. Haris
Talanca Prosiding Seminar Nasional Jagung, 2005 Balai Penelitian
Tanaman Serealia
Muhammad
Taufik : Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma Sp pada Berbagai Media
Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat. Prosiding Seminar Ilmiah dan
Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember
2008
LETHAL TIME 50 CENDAWAN Beauveria Bassiana DAN METARHIZIUM ANISOPLIAE TERHADAP SARCOPTES
SCABIEI. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Surtikanti dan Juniarsih, PEMBUATAN FORMULA PESTISIDA
HAYATI Beauveria bassiana Vuill. DAN KEMASANNYA. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI
XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010 Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
UJI
TOKSISITAS BIOINSEKTISIDA JAMUR Metarhizium sp. BERBAHAN PEMBAWA BENTUK
TEPUNG UNTUK MENGENDALIKAN Nilaparvata lugens (Stal.) (HOMOPTERA:
DELPHACIDAE) Effendy TA. Prosiding
Seminar Nasional Unsri, 20-21 Oktober 2010
Siti Herlinda, Hartono, Chandra Irsan EFIKASI
BIOINSEKTISIDA FORMULASI CAIR BERBAHAN AKTIF
Beauveria bassiana (BALS.) VUILL. DAN Metarhizium sp. PADA
WERENG PUNGGUNG PUTIH (Sogatella furcifera HORV.) . Seminar Nasional dan Kongres
PATPI 2008, Palembang 14-16 Oktober 2008
Marodor Malau, Antar Sofyan, dan Yusriadi, 2010. PENGUJIAN
JAMUR Beauveria bassiana (Bals.) Vuill ISOLAT ASAL BANJARBARU DALAM MENEKAN PERKEMBANGAN HAMA TANAMAN.. Nomor 2 Volume 17 – Agustus 2010.
Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program Pembangunan
Pertanian
Nurmasita
Ismail, Andi Tenrirawe. POTENSI AGENS HAYATI Trichoderma spp. SEBAGAI
AGENS PENGENDALI HAYATI. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sulawesi Utara.
http//www.pemanfaatan_Trichoderma
spp.sebagai agen pengendali hayati dalam mengendalikan penyakit tanaman.htm.com
Banyak banget ya tinjauan pustakanya. Tapi sayang di daftar pustaka gak ada. Freak
BalasHapus