I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis
sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau
memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral. Bagian
yang dimakan dari sayuran ini adalah buahnya. Biasanya buah mentimun dimakan
mentah sebagai lalap dalam hidangan makanan dan juga di sajikan dalam bentuk
buah segar (Sugito, 1992).
Nilai gizi
mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan
vitamin. Kandungan nutrisi per 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 g
protein, 0,1 g pati, 3 g karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 thianine, 0,01
riboflavin, 14 mg asam, 0,45 vitamin A, 0,3 vitamin B1, dan 0,2 vitamin B2
(Sumpena, 2001).
` Kebutuhan akan produksi holtikultura
khususnya tanaman mentimun untuk
memenuhin kebutuhan dalam negeri maupun eksporn dewasa ini cenderung mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Meningkatnya kebetuan akan sayuran
dunia,khususnya indonesia sejalan dngan pertumbuhan jumlah penduduk danmenigkatnya
kesdaran masyarakat terhadap pertumbuhan gizi dalam menunjang kehidupan.
Secara umum,
budidaya mentimun yang di lakukan oleh petani mengunakan biji, karena tanaman
ini tidak dapat di lakukan dengan cara stek. Bungga mentimun dapat berkembang
sempurna sampai membentuk buah.
Pada kontek
Maluku Untara, tanaman mentimun ini banyak terdapat di daerah – daerah tertentu
seperti pulau tidore, beberapa tempat di pulau halmahera dan kepulauan sula
yang sudah di kembangkan oleh petani secara individu, dimana kegiatan usaha
tani ini sudah dilakukan secara turun temrun.
Tanaman
mentimun umumnya dipasarkan ke kota ternate sebagai sentral ekonomi di maluku
utara. Prospek pasar tanaman ini sanggat menjanjikan, karena banyak di gemari
oleh masyarakat lokal sehingga komoditi ini memiliki harga yang relatif stabil.
Penilitian
menyangkut dengan perbandingan media tanam terhadap pertumbuhan tanaman
mentimun dipandang penting dan perlu untuk dilaksanakan karena dengan
mengetahui potensi karrakter setiap media
tanam maka akan semakin banyak informasi yang didapat untuk mendukung
perkembangan budidayanya di Maluku Utara.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari
penilitian ini untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan tanaman mentimun
pada media pasir dan media pupuk kandang.
1.3.
Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penilitian ini yaitu :
1.
Pada media pupuk kandang tanaman mempunya hasil pertumbuhan
dan prkembangannya yang sagat baik pada tanaman mentimun, sedangkan pada media
pasir pertumbuhan dan perkembangan sangat tidak baik.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Klasifikasi Mentimun
Menurut klasifikasi tanaman, mentimun dimasukkan ke dalam bangsa Cucurbitales,
keluarga Cucurbitaceae, dan marga Cucumis. Marga Cucumis terdiri
atas beberapa spesies yang mempunyai arti ekonomi penting, di antaranya Cucumis
sativus L. mempunyai 7 genom, Cucumis angurial L. (pare)
mempunyai 12 genom dan Cucumis melo L. (melon) mempunyai 12 genom
(Sumpena, 2001).
Devisio : Spermatophyta
Sub Kes : Angiospermae
Kelas : Dicotylodeneae
Ordo : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Species : Cucumis sativus L
2.2.
Morfologi Mentimun
Menurut
Rukmana (1994), perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar,
tetapi daya tembus akar relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30-60 cm. Oleh
sebab itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan
air. Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna hijau, berbulu dengan
panjang yang bisa mencapai 1,5 m dan umumnya batang mentimun mengandung
air dan lunak. Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di
sisi tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang termodifikasi dan ujungnya
peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan mulai melingkarinya. Dalam 14
jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir (Sunarjono, 2007).
Daun
mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda sampai hijau
tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu, serta berbulu tetapi tidak tajam.
Dan berbentuk bulat lebar dengan bagaian ujung yang meruncing berbentuk
jantung, kedudukan daun pada batang tanaman berselang seling antara satu daun
dengan daun diatasnya (Sumpena, 2001).
Bunga
mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, tanaman ini berumah satu
artinya, bunga jantan dan bunga betinah terpisah, tetapi masih dalam satu
pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong yang membengkak,
sedangkan bunga jantan tidak. Letak bakal buah tersebut di bawah mahkota bunga
(Sunarjono, 2007).
Buah
mentimun muda berwarna antara hijau, hijau gelap, hijau muda, hijau keputihan
sampai putih, tergantung kultivar yang diusahakan. Sementara buah mentimun yang
sudah tua (untuk produksi benih) berwarna cokelat, cokelat tua bersisik, kuning
tua, dan putih bersisik. Panjang dan diameter buah mentimun antara 12-25 cm
dengan diameter antara 2-5 cm atau tergantung kultivar yang diusahakan (Sumpena,
2001).
2.3.
Jenis-Jenis Mentimun
Menurut Sugito (1992), jenis mentimun yang banyak dibudidayakan dan diminati
masyarakat yakni: 1) jenis mentimun Jepang (Japanese varietas), timun
ini berasal dari Jepang dengan ciri buah panjang antara 18-20 cm dengan berat
buah 80-120 g, diameter 1,5-2,5 cm, memiliki buah berasa manis, dan kandungan
air lebih sedikit. 2) jenis mentimun hibrida yang disilangkan dengan dua jenis
induk yang mempunyai sifat-sifat unggul dan keturunannya memiliki sifat yang lebih
baik dari induknya. Salah satu mentimun hibrida yakni varietas Hercules 56 yang
memiliki ciri buah berwarna hijau, panjang 20 cm, diameter 4 cm, umur panen 35
hari dan memiliki percabang yang banyak dan tahan terhadap penyakit downy
mildew. 3) jenis varietas mentimun lokal berasal dari petani setempat
dengan ciri tanaman memiliki umur berbunga 20-30 hst dan umur panen 30-35 hst,
warna buah muda sangat beragam, yaitu putih, hijau, atau hijau keputihan,
sedangkan warna buah tua kuning atau coklat, panjang buah antara 12-19 cm (Sumpena,
2002).
2.4. Syarat Tumbuh
Mentimun cocok ditanam di lahan yang jenis tanahnya lempung sampai lempung
berpasir yang gembur dan mengandung bahan organik. Mentimun membutuhkan pH
tanah di kisaran 5,5-6,8 dengan ketinggian tempat 100-900 m dpl. Mentimun juga
membutuhkan sinar matahari terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas
penanaman mentimun dan familinya seperti melon, semangka, dan waluh. Aspek
agronomi penanaman mentimun tidak berbeda dengan komoditas sayuran komersil
lainnya, seperti kecocokan tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang sesuai
meliputi suhu, cahaya, kelembapan dan curah hujan (Wahyudi, 2011).
Untuk
pertumbuhan yang optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup
dengan temperatur optimal antara 21 0 C – 30 0 C.
sementara untuk suhu perkecambahan biji optimal yang dibutuhkan antara 25 0
C – 35 0 C Kelembapan udara (RH) yang dikehendaki
oleh tanaman mentimun agar hidup dengan baik adalah antara 80-85%. Sementara
curah hujan optimal untuk budidaya mentimun adalah 200-400 mm/bln, curah hujan
yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan apalagi pada saat berbunga
karena akan mengakibatkan menggugurkan bunga (Sumpena, 2001).
Hasil
penelitian Rachmat dan Gerard (1995), mengatakan syarat tumbuh tanaman mentimun
pada ketinggian ≥ 1000 m dpl, harus menggunakan mulsa plastik perak hitam
karena di ketinggian tersebut suhu tanah ≤ 18o C dan suhu udara ≤ 25o
C. sehingga penggunaan mulsa akan meningkatkan suhu tanah dan di sekitar
tanaman.
2.5. Budidaya Mentimun
2.5.1. Benih
Dalam konteks budidaya mentimun, benih dituntut memiliki mutu tinggi sebab
benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum. Benih dijamin
kwalitasnya dan memiliki mutu tinggi yakni benih yang bersertifikat. Benih
bersertifikat pada dasarnya telah lolos tes mutu benih yang meliputi. 1) mutu
genetik, 2) mutu fisiologik, dan 3) mutu fisik (Sadjad, 1977).
Mutu benih
mencangkup pengertian sebagai berikut: 1) Mutu genetik yang merupakan
penampilan benih murni dari spesies atau varietas tertentu yang menunjukan
genetik dari tanaman induknya. Dengan ciri mutu benih dan tanaman
menyerupai sifat induknya. 2) Mutu fisiologik yang mencakup kemampuan
daya hidup atau viabilitas benih seperti daya kecambah dan kekuatan
benih. Dengan ciri mutu fisiologik benih yakni, kemampuan benih dalam memecah
kulit benih dalam proses perkecambahan dengan munculnya radikel dan
memanjangnya hipokotil serta kotiledon dan plumula ke atas permukaan tanah. 3)
Mutu fisik merupakan penampilan benih bila dilihat kasat mata, antara lain
ukurannya homogen, bernas, bersih dari campuran benih lain maupun dari gulma
dan bebas dari kontaminasi (Sutopo, 2002).
2.5.2. Penyemaian
Benih
umumnya akan berkecambah segera pada keadaan lingkungan yang mendukung. Syarat
umum yang dibutuhkan untuk pertumbuhan benih adalah; 1) adanya air yang
cukup untuk melembabkan biji, 2) suhu yang sesuia, 3) cukup oksigen, dan 4)
adanya cahaya. Selain itu juga, dalam proses perkecambahan benih tidak lepas
dari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor dalam (internal) dan
faktor luar (external). 1) Faktor dalam (internal) meliputi
tingkat kematangan benih, ukuran benih, dormansi benih, dan penghambat
perkecambahan. Sementara itu, 2) Faktor luar (external) meliputi cahaya,
air, temperatur, oksigen, dan medium tumbuh (Sutopo, 2002).
Benih
mentimun yang akan ditanam sebaiknya dipersiapkan media tanam/semai terlebih
dahulu. Media semai itu berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan
perbandingan 7:3. Sebagai tempat media dapat menggunakan polybag atau plastik
transparan dengan dilubangi untuk drainase air. Untuk menghindari tanaman
terserang hama media harus diberi Curater (Sugito, 1992).
2.5.3. Pembuatan
Bedengan
Dalam pembuatan bedeng dengan cara pencangkulan akan mempengaruhi sifat fisik
tanah yang berfungsi memperbaiki ruang pori-pori tanah yang terbentuk diantara
partikel-partikel tanah (tekstur dan stuktur). Kerapatan dan
rongga-rongga akibat pencangkulan akan memudahkan air dan udara bersirkulasi di
dalamnya (drainase dan aerasi). Selain tempat untuk bersirkulasi, pori-pori
tanah olahan akan memudahkan pergerakan akar tanaman dalam penyerapan unsur
hara lebih mudah dan memungkinkan tanaman tumbuh subur (Hanafiah, 2005).
2.5.4.
Pemupukan
Tanah gambut
di Indonesia tidak hanya bermasalah dengan kemasaman dan kelarutan Al yang
tinggi, tetapi juga miskin hara, terutama hara makro seperti N, P, K, dan
Mg. Oleh karena itu, pengapuran bukannya satu-satunya upaya untuk memperbaiki
dan meningkatkan produktivitas lahan yang ditempati tanah bersifat asam.
Pengapuran yang tidak disertai dengan pemupukan akan sama buruknya dengan
pemupukan yang tidak didahului pengapuran (Hakim, 2006).
Pemberian
pupuk bertujuan untuk mengembalikan unsur hara yang telah hilang akibat
pencucian air tanah, sehingga kebutuhan akan unsur hara tanaman dapat
terpenuhi. Dalam pengaplikasiaan pupuk meliputi beberapa cara seperti
penaburan, penugalan, pembenaman, penyemprotan dan penyiraman (Suteja, 1997).
Peranan
suplai unsur hara untuk tanaman menunjukan manfaat yang sangat besar dalam
meningkatkan pertumbuhan, hasil, dan kualitas mentimun. Jenis pupuk yang dapat
digunakan pupuk organik berupa pupuk kandang ayam 10 ton/ha, dan pupuk
anorganik berupa Urea 225 kg/ha TSP 120 kg/ha, KCL 100 kg/ha dan curater.
Pemupukan dilakukan 2 kali yakni pemberian awal dan pemberian susulan.
Pemberian pupuk susulan terhadap budidaya mentimun dengan mulsa dilakukan
setelah tanaman berumur 1 bulan dengan menggunakan pupuk NPK yang dicairkan.
Cara pemberiannya dengan penyiraman dengan dosis 50 g/10 liter air lalu
disiramkan disekitar tanaman. Larutan sebanyak itu digunakan untuk 50 tanaman
(Sumpena, 2002).
Hasil
penelitian Yetti dan Evawani (2008), mengatakan bahwa pemberian pupuk organik
kandang ayam dengan dosis KCL 25 g/plot berpengaruh nyata pada parameter
pengamatan jumlah umbi per rumpun, tinggi tanaman, berat basa dan berat
kering perplot. Secara keseluruan perlakuan KCL 25 g/plot menunjukan perlakuan
terbaik dari semua pengamatan.
2.5.5. Penanaman
Penanaman benih dapat dilakukan jika benih telah memiliki daun 2-3 daun utama
dan benih mentimun yang sudah dikecambahkan ditanam langsung dilubang tanam
yang dibuat dengan cara penugalan sedalam 5 cm. Benih ditanam sebanyak 1
tanaman perlubang tugal dan selanjutnya lubang tanam ditutup tanah
setinggi 1 cm jarak lubang tanam 30 cm x 60 cm (Sumpena, 2002).
2.5.6.
Pemasangan Ajir
Mentimun merupakan tanaman yang bersifat memanjat (Indeterminate),
sehingga dalam pertumbuhannya mentimun membutuhkan tiang penyangga atau ajir
sebagai tempat tegak dan pembentukan buah tanaman tidak terhalang atau
terhambat. Dengan kondisi pertumbuhan seperti ini maka persentase terbentuknya
buah yang normal (lurus) akan lebih banyak dibandingkan dengan buah-buah yang
terbentuk abnormal. Ajir berfungsi untuk 1) tempat tegak tanaman, 2)
mengurangi pembentukan buah abnormal, 3) mengurangi terserang hama, dan 4)
memudahkan cara pemanenan (Sumpena, 2001).
2.5.7.
Pengendalihan Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit pada mentimun sebenarnya tidak terlalu banyak. Pemberantasan
dilakukan setelah terlihat tanda-tanda serangan. Cara pemberatasannya antara
lain dengan cara mekanis (eradiksi/pemotongan daun) maupun dengan cara kimia
(penyemprotan pestisida). Hama yang sering mengganggu yakni Thrips dan Imago
thripis yang merusak tanaman dengan cara menghisap cairan sel. Tanda
awal dari kerusakan ini bila daun dihadapkan ke sinar matahari akan kelihatan
bintik berwarna putih. Pengendalian serangan hama ini dapat dilakukan dengan
penyemprotan insektisida (Khotimah, 2007).
Menurut
Sugito (1992), penyakit yang sering menyerang yakni Downy mildew
(Pseudomonas cubensis Berk dan Curt) di awali dengan adanya bintik hitam
pada permukaan daun yang kemudian berubah menjadi kuning, kemudian meluas
menjadi bercak. Pemberantasan penyakit ini dilakukan dengan cara penyemprotan
fungisida seperti Benlate dan Dithane. Penyakit layu sering menyerang pada
musim hujan ketika tanah tergenang dan terlalu basah. Penyebab penyakit layu
diakibatkan oleh Fusarium wilt F, dengan cara pengendalian membuat
drainase atau saluran air yang baik dan pembuatan bedeng tanaman yang tinggi ±
50 cm (Sumpena, 2001).
2.5.8 Panen
Buah mentimun dapat dipanen pada umur 30-50 hst, ciri-ciri buah yang dapat
dipanen, yaitu buah masih berduri, panjang buah antara 10-30 cm atau tergantung
jenis yang diusahakan interval panen dilakukan antara 1-2 hari sekali. Panen
dilakukan dengan cara memotong tangkainya dengan pisau atau gunting. Tangkai
buah yang bekas dipotong sebaiknya dicelupkan kedalam larutan lilin untuk
mempertahankan laju penguapan dan kelayuan sehingga kesegaran buah mentimun
dapat terjaga relatif lama (Sumpena, 2001).
III.
METODE PENILITIAN
3.1. Tempat Dan
Waktu
Penilitian ini di laksanakan di
lahan Fakultas Pertanian Unkhair ternate , pada bulan mei
sampai bulan juli 2013.
3.2. Alat
dan Bahan
Alat yang di
gunakan yaitu cangkul, Meter,
polyback 3 kg, karung, parang , pengaris dan alat tulis menulis.
Sedangkan bahan yang di gunakan dalam penilitian ini yaitu
pasir, pupuk kandang sapi, dan
benih mentimun Varietas Hercules (Cucumis
sativus L.).
3.3. Metode penilitian
Metode yang di gunakan di dalam
penilitian ini yaitu metode eksperimen.
3.4.
Pelaksanaan Penilitian
1.
Pembuatan Pupuk
kandang
Pupuk
kandang yang di ambil dari kandang sapi. Di bawah ini cara pembuatan pupuk
kandang sebagai berikut.
1.
Kumpulkan pupuk kandang
sapi biasanya di dapatkan dikandang sapi, lapanggan bola.
2.
Kemudian pupuk
kandang sapi dibersikan dari kotoran sampa kemudian pupuk kandang
dihaluskan dan di isi di dalam ember.
3.
Pupuk kandang yang di isi dalam ember kemudian di
berikan air dengan EM4 sebanyak 30 cc ke dalam air, kemudian di tuangkan ke
dalam pupuk kandang sapi dan di aduk – aduk
dengan mengunakan kayu sampai merata.
4.
Setelah 7 hari pupuk kandang dibolak balik agar masa fermentasi cepat dan
sempurna.
5.
Selama 2 minggu pupuk kandang siap dipakai/digunakan.
2.
Pembuatan media
pasir
1.
Pasir pantai di ambil di pantai atau di tempat
pertambangan pasir.
2.
Pasir yang telah di ambil kemudiaan di aya agar pasir
terpisa dengan kerikil atau pasir halus.
3.
Kemudian pasir tersebut siap di pakai.
3.
Pengelolaan tanah dalam polibac
1.
Pengelolaan dilakukan 1 minggu setelah penanaman . di
mana pupuk kandang akan di campur dengan pupuk kandang 1 : 1 dan tanah dan
pupuk kandang di campurkan.
2.
Pasir yang di gunakan di siapkan 1 minggu setelah penanaman.
4.
penanaman
penanaman dilakukan secara langsung
ke dalam polibac yang telah berisi pupuk kandang dan pasir yang telah di
sediahkan sebagai media tanam.
5.
Pemiliharaan
1.
Penyuluman bibit dilakukan seawal mungkin sampai
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam.
2.
Penyiraman tanaman mentimun (
Cucumis sativa, L) adalah pada pagi atau sore hari.
3.
Pembuatan lanjaran pada pada tanaman mentimun ( Cucumis sativa, L) setelaah
tanaman berumur 2 minggu sesudah tanam.
3.5.
Parameter Pengamatan
Adapun parameter
yang di amati dalam penilitian yaitu
sebagai berikut :
1.
Tinggi tanaman, di
hitung satu minggu setelah di tanaman selanjutnya tanaman tersebut di
lakukan pengukuran tinggi tanaman dalam seminggu sekali sampai tanaman
berproduksi.
2.
Jumlah daun, di hitung seminggu setelah tanam.
3.
Jumlah buah, di hitung setelah tanaman berproduksi.
3.5.
Analisa Data
Data
pengamatan dianalisa dengan menggunakan analisa of vareance (Anova), dan
diantara perlakuan terdapat perbedaan yang nyata maka dilajnjutkan dengan uji
beda nyata terkecil.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, N.
2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah Masam dengan Teknologi Pengapuran Terpadu.
Andalas University Press. Padang. Hal, 5-15.
Khotimah, N.
2007. Budi Daya Tanaman Pangan, Karya Mandiri Nusantara. Jakarta Barat.
Hal, 141-145.
Rachmat, S.
dan Geraad Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah.
Prosea Indonesia dan Balai Penelitian Hortikultura. Universitas Gadja Mada.
Hal, 102-104.
Reijntjes,
C, B. Haverkorb, A. Waters-Bayers. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius.
Yogyakarta. Hal, 44-45.
Rukmana, R.
1994. Budidaya Mentimun. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal, 5-8.
Sadjad. S.
1977. Catatan Sejarah Tentang Pengembangan Mutu Benih. Vol. 2. Penataran
Latihan Pola Beranam, LP3 IRRI, Bogor. Hal, 1-12.
Sugito, J.
1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal, 106-112.
Sumpena, U.
2001. Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa Secara Tumpang Gilir.
Penebar Swadaya. Jakarta. Hal, 1-46.
Sunarjono,
H, H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal,
109-114.
Sutedjo, M,
M dan Kartasas Poetra A, G. 1997. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta
Buana. Bandung. Hal, 14-15.